Santren Ndelik bisa menjadi alternative dalam penyampaian dakwah. Utamanya bagi kawula muda. Ini tidak lepas dari materi dakwah yang mudah dipahami dan diterima oleh akal sehat. Juga dalam penyampaian dilakukan dengan cara-cara gaul. Bahkan dengan model Stand Up Comedy alias guyonan.
Pendiri Santren Ndelik, Ikhwan Saefullah menjelaskan dari pengalaman dia sebagai anak muda, kaum muda butuh metode dakwah yang berbeda dengan kaum tua. Kalau orang tua rajin solat dan rajin ke masjid menurutnya sudah biasa. Sehingga lebih mudah menerima dakwah model lawas yang isinya dogma-dogma dosa dan pahala surge dan neraka. Tapi bagi anak muda metode tersebut tidak menarik dan bahkan membuat mereka menjauh dari agama.
Karena itu kami berfikir bagaimana anak muda timbul kesadaran untuk mengaji dan sholat ke masjid, itulah yang perlu dicarikan solusinya. Kita harus tahu metode dakwah bagi anak mudah harus pas bagi mereka,”Kata pengusaha muda asal Banjarnegara ini.
Karena itu, Santren Ndelik pun memutar otak untuk menemukan cara-cara berdakwah yang menarik bagi anak muda. Diantara cara yang dipilih adalah dengan menggunakan ustadz muda. Selain itu materi dakwahpun dipilih yang ringan-ringan. Dipetakan materi untuk pemula dan yang lebih lama mengaji.
“Di santren Ndelik, siapapun boleh mengaji dengan memakai baju funky, tidak harus dengan baju koko dan berkopiah. Bahkan masih dengan sedikit teller pun asal punya niat untuk berubah,”Jelasnya.
Menurut Ikhwan jumlah anak muda yang normal maupun bermasalah yang lepas dari garapan dakwah sangat banyak. Lebih banyak daripada orang-orang normal yang sudah mengenal dakwah. Padahal mereka yang jumlahnya banyak tersebut butuh sentuhan agama. Karena itu Santren Ndelik bertekad mengambil objek dakwah di kalangan anak muda tersebut.
Keyakinan itu menurut Ikhwan dia ambil setelah diam-diam dia mengikuti berbagai kegiatan keagamaan di masjid-masjid atau mushola. Tidak banyak anak muda yang mau sholat wajib ke masjid. “Katanya penduduk muslim Indonesia hamper 80 persen, namun saat ada panggilan sholat ke masjid atau mushola mereka tidak menghiraukan. Masjid sepi. Lebih-lebih saat sholat subuh,” Imbuhnya.
Dari sinilah timbul pertanyaan mengapa anak muda tidak tertarik dengan jamaah di masjid? Apakah pengajian sudah tidak menarik bagi kaum muda? Atau ada yang salah dengan cara penyampaian dakwah?
Dari seangkaian pertanyaan ini Ikhwan bersama sejumlah teman pengusaha muda menciptakan dakwah yang menarik bagi kaum muda. Ustadz yang dipilih ustadz muda, yakni ustadz Riyard. Dengan materi dakwah yang logis dan bisa diperdebatkan saat itu pula. Tentu dengan selingan guyonan saat mengaji.
“Salah satu ciri anak muda adalah mengedepankan logika, tidak suka ditekan atau diancam dan disampaikan melalui media yang tengah ngetrend saat ini,”katanya.
Pada saat mencari pola dakwah yang pas, Ikhwan bertemu dengan Ustadz Riyard Ahmad. Sebagai penghapal Al Qur’an, Riyard Ahmad tentu memiliki tantangan ketika berdiskusi dengan Ikhwan dan teman-temannya. Melalui berbagai pertemuan yang juga dikemas dalam forum pengajian akhirnya lahir konsep dakwah bagi kaum muda.
Pengajian rutinpun dipilih malam Jumat. Di sebuah pesantren unik karena tempatnya bangunan Joglo di tengah hutan, daerah Kali Alang Kelurahan Sukorejo Gunungpati Semarang. Dari semula beberapa orang akhirnya kini jamaahnya berkembang besar. Mayoritas jamaah anak muda. Mulai mahasiswa, pengusaha muda, dan lainnya. “Usianya maksimal 40 tahun, jadi pengajian ini anak muda banget,” Katanya.
Tiap pengajian temanya berbeda. Tergantung permintaan audience. BIsa soal cinta, bisnis, hubungan dengan orang tua, bertetangga dan lainnya. Cara penyampaian pengajian juga dilakukan dengan Stand Up Comedy yang lagi ngetrend sehingga anak muda tertarik dan ikut dalam pengajian ini.
Kegiatan pengajian tiap malam Jumat ini dimulai dengan sholat Isya’ berjamaah. Setelah itu lanjut dengan pengajian hingga selesai.
“Saat oengajian juga tidak seperti pada pengajian pada umumnya, peserta bisa duduk santai di joglo, atau kongkow-kongkow di kursi kayak seperti café lengkap dengan aneka minuman ringan,” tegas Ikhwan yang tercatat sebagai alumni Seni Rupa Unnes-Semarang ini.
Selain pengajian rutin malam Jumat, Santren Ndelik juga menggelar pengajian tiap senin malam di hotel. Hanya saja pesertanya terbatas. Tidak hanya itu, Santren Ndelik juga mulai melebarkan sayapnya dengan menggelar pengajian di berbagai daerah. Diantaranya di Wonosobo, Ambarawa, Purworejo, Kudus dan lain sebagainya. Lantas siapakah para pendiri Santren Ndelik yang unik tersebut? Mereka adalah para pengusaha. Usaha apa saja.
Ditulis ulang dari media cetak Jawa Pos